Oleh: Sil Joni*
![]() |
Buku "33 Tahun Menoreh Sejarah SMAK St. Ignatius Loyola" |
Terdorong oleh 'rasa ingin tahu' yang besar soal sejarah berdiri dan perkembangan SMAK St. Ignatius Loyola Labuan Bajo (selanjutnya disebut Loyola saja), hari ini, Senin (6/3/2023) saya datang ke almamater ini. Tempat pertama yang saya kunjungi adalah ruang Perpustakaan Sekolah.
Saya mau menggeledah dokumen yang berkaitan dengan sejarah kelahiran lembaga itu, baik dalam bentuk buku maupun teks manual dalam bentuk stensilan. Tidak semua dokumen itu, saya sentuh. Saya hanya tertarik dengan salah satu buku yang membahas secara khusus profil sekolah tersebut.
Terus terang, selama ini saya selalu bertanya dalam hati apakah dari sekian ribu alumni yang dihasilkan lembaga ini, tidak ada yang tertarik dan sanggup menulis buku sebagai sebuah 'kado terindah' untuk sang eks ibu asuh? Sebetulnya, saya tidak terlalu yakin bahwa sekolah dengan reputasi dan debut akademik yang menawan di kawasan Barat Flores ini, tidak didokumentasikan dalam bentuk buku.
Pertanyaan saya itu, akhirnya terjawab hari ini. Menurut P. Agustinus S. Naba, SVD, Kepala SMAK Loyola sekarang, selain buku '33 Tahun Menoreh Sejarah', sebetulnya ada sebuah dokumen lain yang berisi 'sejarah lembaga itu', tetapi masih dalam bentuk stensilan. Karya itu digodok secara manual dalam rangka mengenang dan merayakan pesta Perak (25 tahun) sekolah pada tahun 2008 yang lalu.
Buku '33 Tahun Menoreh Sejarah' diterbitkan oleh Kail Jabodetabek pada tahun 2016 dengan editor Robert Parus dan Yanto Fulgenz. Kail adalah Kekerabatan Anak Ingnatius Loyola Labuan Bajo. Kail Jabodebek merupakan wadah perkumpulan alumni SMAK St. Ignatius Loyola yang berkarya di Jakarta dan sekitarnya. Wadah ini lahir di Lapangan Halim Perdanakusuma Jakarta pada hari Minggu, 13 September 1998. Tetapi, wadah ini baru memiliki struktur organisasi yang jelas pada14 Februari 2009 (Bdk. Robert Parus & Yanto Fulgens: 2016, iii).
Proyek penulisan buku ini merupakan salah satu dari sekian banyak acara yang ditampilkan dalam 'Reuni Akbar' alumni Loyola pada tanggal 26-28 Juni 2016. Robert Parus cum suis merasa perlu untuk mengisahkan secara kreatif kelahiran Loyola, sejarah perkembangannya, dan aneka kenangan para alumni saat menimba ilmu di almamater ini. Kebetulan 'Reuni' itu bertepatan dengan 33 tahun usia Loyola, maka rasanya tidak salah jika buku itu diberi judul: "33 Tahun Menoreh Sejarah SMAK St. Ignatius Loyola".
Buku dengan tebal 188 halaman itu, terdiri dari enam bagian (bab). Pertama, Profil SMAK St. Ignatius Loyola Labuan Bajo. Hal-hal yang diangkat adalah penjelasan soal 'logo sekolah', pendiri dan pengelola sekolah, Visi-misi-tujuan sekolah, para kepala sekolah dari masa ke masa, dan tabel keadaan siswa pada awal tahun dan akhir tahun pelajaran. Bagian ini ditutup dengan tulisan reflektif dari Robert Parus berjudul: "Mengendus Jejak Sang Pelindung Sekolah".
Kedua, Jejak Langkah SMAK St. Ignatius Loyola Labuan Bajo. Bagian ini diawali dengan penyaduran secara kreatif perihal 'cikal bakal SMAK St. Ignatius Loyola Labuan Bajo' yang ditulis Paulus Musa (Ketua Yayasan Pendidikan Katolik St. Ignatius Loyola Labuan Bajo/Yapenkatila) seperti yang tertuang dalam dokumen Yapenkatila. Narasi sejarah selajutnya, ditulis oleh P. Jhon Salu, SVD (Kepala SMAK 1985-1989). Judul tulisan P. Jhon itu adalah: "Kilas Balik Masa peletakan Dasar SMAK St. Ignatius Loyola). Bagian ini ditutup dengan dua artikel bernas dari Robert Parus (Dua Tapi Satu, Satu Tapi Dua Dilarang Mati! In Memoriam P. Martinus Toke, SVD) dan Silvester Goridus Syukur (Quo Vadis SMAK St. Ignatius Loyola Labuan Bajo).
Ketiga, Kisah-kisah di SMAK St. Ignatius Loyola Labuan Bajo. Goresan Theodorus Noka (Mantan Guru Matematika) berjudul: "Nostalgia Mengawal Transisi", menjadi sajian pembuka untuk bagian ini. Selanjutnya ada beberapa alumni yang bercerita tentang pengalaman mereka saat berada di kompleks Loyola dulu. Mereka itu adalah Chrispinianus Mesima (Di Aula Sekolah Cinta Monyet Bersemi), Alexander Aziz Pangma (Di Bawah Pohon Kesambi Kami Belajar), Silverius Goridus Syukur (Masa-masa Paling Romantis), Roby Sodo (Setahun yang Penuh Arti), Katarina Deborah Indah (Anak Non-Asrama Punya Cerita), Helena Mopa Muga (Kisah Satu Setengah Tahun), Selvi Gampur (Kisahku Bersama Loyola), Timoteus Marten (Mengenang dan Menatap Loyola), Erwin Ambun (Ini Ceritaku, Apa Ceritamu?), Florencia Y. Artsantly ("Karena Kalian Tidak Akan Bersama dengan 23 Orang yang Sama Lagi"), Fransiska Atrik Halim (Secuil Kisah di Bangku Loyola), Boni Ogur (Demokrasi ala Loyola), dan Metodius France M. Janggur (Loyola, Kenangan Manis Saat Masih Sekolah),
Keempat, Kiprah Alumni SMAK Santo Ignatius Loyola Labuan Bajo. Untuk diketahui bahwa Alumni SMAK St. Ignatius Loyola telah menghasilkan ribuan alumni yang telah mengukir pelbagai prestasi di bidang kerja masing-masing. Kiprah sebagian alumni itu, dinarasikan secara elegan pada bagian ini. Beberapa sosok yang diangkat antara lain: P. Vitalis Hiburdin ("Aku Begini Karena Kamu Telah Mengukir Tangan Kasih-Mu di dalam Hatiku"), Silvester Goridus Syukur (Menikmati Orgasme Intelektual di Puncak Pergumulan Perbukuan Tanah Air), Christian Dapit (15 Tahun Mewujud Mimpi), Ignatius Watu Mudja (Merawat dan Membesarkan Law Firm Sendiri), Pius Baut (Merajut Asa di Tanah Kelahiran), Matias Mboi (Sukses Menjadi Event Organizer di Bidang MICE), Siprianus Guntur (Bertolak dari Pedalaman Flores ke Pedalaman Papua), Robby Sodo (Mengabdi Negara Melalui NGO/LSM), Thomas Dohu (Mengawal Demokrasi Manggarai Barat), Yustinus Suhardi Ruman (Sukses Menghargai Waktu), Robert T. Herman (Attraversimo, Meraih yang Terbaik), dan Gusty Rikarno (Biarlah Kata Berbicara).
Kelima, Kepanitiaan Reuni dan Seminar Nasional SMAK Santo Ignatius Loyola Labuan Bajo. Deklarasi para alumni terkait dengan tujuan pendidikan, kontribusi alumni dan urgensi pembentukan wadah bersama (Kail), menjadi suguhan awal pada bagian ini. Selanjutnya, komposisi kepanitiaan dalam acara Reuni Akbar Alumni Loyola tahun 2016 itu, ditata secara rapi, mulai dari Penanggung Jawab hingga anggota setiap seksi. Bagian ini ditutup dengan Rundown acara Reuni Akbar.
Keenam, Galeri Alumni SMAK Santo Ignatius Loyola Labuan Bajo. Seperti biasa, dalam setiap acara seremonial, 'ritual foto bersama', menjadi salah satu momen yang menarik. Demikian pun dalam acara Reuni Akbar Loyola tahun 2016, tubuh beserta 'diabadikan dalam lensa kamera' dan dipublikasikan dalam buku '33 Tahun Menoreh Sejarah'.
Kendati buku ini ditulis dalam rangka 'memaknai momentum Reuni Akbar dan perayaan Hari Ulang Tahun ke-33 Loyola, tidak mengurangi esensinya sebagai 'tonggak awal' proses penulisan sejarah Loyola secara komprehensif. Sebagai sebuah 'buku persembahan', tentu saja buku ini tak sepenuhnya berkonsentrasi pada penelusuran sejarah kelahiran dan perkembangan Loyola dari awal hingga saat ini. Tetapi, setidaknya pelbagai 'informasi (data dan fakta) penting soal gagasan mendirikan Loyola, para perintis, hambatan, dinamika dan prospek perkembangan sekolah ini di masa depan, sudah tersingkap dalam buku ini.
Karena itu, buku '33 Tahun Menoreh Sejarah', tidak dibaca sebagai 'teks sejarah yang sudah final', tetapi teks provokatif yang 'mengundang kita' untuk coba masuk dalam setiap lintasan historisitas dari lembaga ini. Dengan perkataan lain, buku ini hanya sebagai 'pembuka gembok' untuk menatap panorama sejarah Loyola dengan terang dan detail. Berharap bahwa pada momen Pancawindu, Juli 2023 nanti, kita mendapatkan 'buku sejarah Loyola' yang lebih sistematis, komprehensif, kredibel dan berbobot akademis.
*Penulis adalah Warga Mabar. Tinggal di Watu Langkas.
0 Komentar